Maka setelah selesai bersiap diri, juga mengecek semua barang yang harus dibawa, berangkatlah Taito menuju tempat persembunyiannya bersama dua sahabatnya. Bila dipikir-pikir sudah dua tahun pula ia tak mengunjungi tempat itu. Bagaimana keadaan tempat itu sekarang ya? Taito berharap tak ada yang berubah dari sana. Mungkin hanya tempat itulah harapan terakhir yang dapat mengingatkannya pada masa lalu, sebab kini Yuuji maupun Tomoe sudah beranjak dewasa, dan kedua sahabatnya itu tentu saja mulai berubah sesuai kehidupan mereka masing-masing. Terlebih setelah mulai bersekolah di Ryokubita, setelah bertemu teman-teman baru, entah mengapa Taito merasa persahabatannya dengan kedua orang yang sudah dianggapnya sebagai saudara sendiri itu menjadi lebih renggang dari sebelumnya. Apalagi setelah Yuuji bertemu dengan gadis waffle ice cream, perhatiannya jadi terpecah lagi, bahkan terkesan lebih memeprhatikan gadis manja itu.
Lupakan soal hal menyebalkan itu, kini waktunya bertemu kembali dengan kedua sahabatnya, Taito tak ingin [i]mood[/i]nya rusak hanya gara-gara seorang gadis. Maka dengan langkah ringan ia berjalan menuju tempat persembunyian yang terletak di dekat sungai di dalam hutan kecil yang masih termasuk dalam pekarangan rumah tempat tinggal Taito. Keluarga Hiromatsu memang merupakan salah satu pengelola perusahaan yang cukup terkemuka di Nara, wajar saja bila memiliki lahan yang cukup luas. Namun dalam hati kecilnya Taito sama sekali tak tertarik untuk menjadi pewaris pengelola perusahaan, meski ia lah satu-satunya penerus sah keluarga Hiromatsu. Dirinya yang semenjak kecil telah dididik agar menjadi penerus yang bia bertanggung jawab dengan baik lebih memilih mengabaikan segala yang ia terima dan berlaku layaknya anak-anak pada umumnya. Justru lebih condong kearah anak yang tidak patuh, sering kabur dari rumah dan membenci segala aturan yang ditetapkan sang ayah. Sungguh, ia lebih bahagia saat bersama dengan kedua sahabatnya.
Tak berapa lama, ia pun sampai di tempat perjanjian. Ternyata sesuai harapannya, tempat itu tak banyak berubah, hanya saja terlihat makin sempit karena tubuh Taito yang kini makin dewasa. Sungai berair jernih masih mengalir tenang, sarang burung di atas pohon sana masih terletak rapi, hanya saja penghuninya yang sedikit berubah. Daun-daun berserakan yang menjadikan tanah nyaman untuk di duduki juga masih banyak tersebar di sekitar pohon-pohon yang tumbuh makin menjulang ke atas. Taito kini berjalan perlahan ke titik persembunyiannya bersama kedua sahabatnya, kedua iris sewarna malam tanpa bintangnya menangkap keberadaan sesosok manusia yang dikenalinya sebagai Tomoe, si kecil yang selalu bersemangat. Dan saat Taito mendekati si kecil Tomoe, seorang lagi sahabatnya terlihat baru saja datang mengucapkan salam selamat pagi. Sahabat yang selalu dianggap Taito sebagai kakak, seseorang yang baginya sangat berarti lebih dari keluarga sendiri.
“Ohayou!” jawabnya penuh semangat pada kedua sahabatnya.