Rabu, 23 September 2009

Songfic

Hai~

Aku mau iseng masukin songfic yang aku buat untuk ikutan audisi Hogwarts Idol di forum RPG IndoHogwarts^^. Sebenarnya songfic aku ini ga bagus dan ga tau bakal menang atau nggak, tapi aku semangat naro di blog soalnya ada temen ku yang baca songfic ku sampe nangis *terharu*. Dia nangisnya karena memposisikan dirinya di pihak tokoh yang ada di songfic ku sih, karena itu dia jadi kebawa sedihnya songfic aku.

Sebelum aku taro disini, aku mau ceritain singkat tentang songfic aku. Yang mau aku ceritain adalah latar belakang dari si tokoh yang ada disongfic aku. Jadi, tokoh itu adalah seorang gadis yang berumur 15 tahun bernama Elena Greatweather. Dia menyanyikan lagunya HYDE yang judulnya Evergreen. Karena lagu Evergreen ada dua, versi bahasa Jepang dan yang english ensemble, aku memakai yang versi bahasa Inggris. Kenapa? Karena setting ceritanya di London dan Elena ga bisa bahasa Jepang :D

Nah, jadi si Elena ini 3 tahun yang lalu ceritanya abis bertengkar sama ayahnya karena ayahnya melarang Elena kerja lagi. Elena kan model cilik, nah dia marah. Padahal ayahnya melarangnya karena nilai-nilai Elena turun dan hancur karena sibuk kerja. Trus tahun depan, belum sempat maafan, Ayahnya sudah harus berperang melawan Death Eater karena ayahnya seorang Auror. Terkena serangan, ayahnya beruntung tidak meninggal namun ia sekarat parah. Akhirnya ayahnya dirawat di St.Mungo selama satu tahun lebih. Trus pas summer tahun ini *ceritanya* Elena pulang ke rumah dari Hogwarts. Selama satu tahun itu, ibunya tidak pernah sekali pun membalas surat Elena yang menanyakan kabar ayahnya. Hanya satu surat yang menyatakan bahwa akhirnya ayahnya keluar dari rumah sakit.

Ternyata ayahnya sudah meninggal seminggu sebelum kepulangan Elena ke rumahnya. Dan ibunya tidak memberitahu Elena karena ia terlalu sibuk menangisi suaminya. Karena itu, Elena marah dan tidak menerima sikap ibunya. Ia sangat sedih karena tidak lagi bisa melihat ayahnya.
Langsung aja yah, ku post songfic yang aku buat :D

***


Elena seorang yang gigih dan ambisius. Ia tak pernah melupakan target dan rencana nya ketika ia menginjakan kakinya untuk pertama kali di Leaky Cauldron. Ia harus menjadi gadis yang bisa menarik banyak perhatian laki-laki, dan semua orang di sekolahnya. Berbagai macam cara sudah ia lakukan. Mulai dari menjadi gadis centil yang senang dengan laki-laki ganteng, bertengkar dengan ketua murid sampai mengikuti segala audisi macam The Slythi’s yang dulu pernah di adakan ketika ia masih tingkat 1—atau 2. Sudah agak lupa ia. Memang sih ia gagal memenangkan audisi itu, tetapi ia tak peduli. Yang penting ia sudah cukup terkenal berkat itu.

Dan sekarang Hogwarts Idol.

Gadis berumur 15 tahun ini berdiri dengan penuh percaya diri bersama para peserta lain yang mengikuti audisi pertama menjadi Hogwarts Idol. Ada berbagai macam murid dari asrama dan tingkatan yang berbeda dan mereka semua nampaknya seserius Elena. Err—mungkin beberapa ada yang hanya ikut-ikutan atau mencoba, tetapi Elena tidak begitu peduli. Yang penting ia harus menjadi Idol untuk kali ini. Ia merasa suaranya cukup indah dan bagus jika bernyanyi, ia juga percaya diri terhadap wajahnya yang imut dan manis ini dan tak ada yang bisa mengalahkan rasa percaya dirinya. Namun tak bisa disangkal, ia agak sedikit gugup.

Acarapun dimulai dengan sapaan standar, memperkenalkan juri dan mempersilahkan peserta nomor 1 untuk maju dan bernyanyi lagunya. Elena memperhatikan gadis itu yang bernyanyi dengan gitar. Tak terasa sama sekali feel nya pada saat si gadis itu bernyanyi. Elena yakin gadis itu bukan saingannya maka ia merasa sedikit lega. Peserta kedua juga sama hambarnya dengan peserta pertama meski penampilan dan lagunya lebih heboh bagi Elena dan hal ini membuat dirinya menjadi lebih lega lagi dibanding sebelumnya. Peserta ketiga, Elena lumayan bisa merasakan apa yang sedang gadis itu rasakan. Ia menggenggam kedua tangannya dengan tangannya sendiri karena merasa agak tegang. Namun peserta-peserta lainnya biasa saja. Baguslah. Sepertinya sebagian dari mereka tidak tahu bagaimana caranya menikmati nyanyian.

Kini tibalah gilirannya untuk maju. Ia memang tidak mahir bermain gitar, namun ia bisa memainkan satu lagu karena agak mudah nada-nadanya. Lagu itu adalah lagu yang akan ia nyanyikan saat ini. Ia diajari oleh salah satu bodyguardnya dan selama beberapa lama, ia selalu memainkan lagu itu dengan gitarnya hingga ia terbiasa. Elena duduk dibangku yang disediakan sambil memangku gitar dan bersiap untuk memulai pertunjukannya dengan menyebutkan judul lagu yang akan ia nyanyikan.

“Evergreen.”

Debaran jantungnya terasa berdetak lebih kencang hanya dengan menyebutkan judul lagu itu. Ia menggenggam microphone nya dengan kencang karena ia sudah merasakan tangannya basah oleh keringat. Tenggorokannya terasa tercekat dan ia merasa susah napas. Rasanya ia ingin mundur atau mengganti lagu, namun sudah terlambat. Ia sudah berada di atas panggung, dihadapan juri dan peserta lainnya. Ia bisa diolok-olok jika mundur dan terpaksa ia harus bergelut dengan memori nya tentang ayahnya yang meninggal akibat serangan pelahap maut. Dengan bibirnya yang tiba-tiba memucat sama seperti wajahnya, ia melantunkan lagu itu selambat tempo aslinya.

I lie awake beside the window sill

like a flower in a vase

a moment caught in glass



the rays of sunlight come and beckon me

to a sleepy dreamy haze

a sense of summer days

Ya. Kejadian itu tepat ketika ia pulang untuk liburan musim panas kemarin. Masih jelas didalam ingatan Elena ketika ia berlari dengan bersemangat masuk kedalam rumah untuk menemui ayahnya yang katanya sudah keluar dari rumah sakit. Namun ia tak menemukan sosok lelaki yang paling ia sayangi itu dikamarnya, melainkan sosok ibunya yang sedang duduk diatas kasur, menangis dan menatap Elena tanpa satu patah katapun terucap. Dari dalam diri Elena sudah ada perasaan bahwa ayahnya sudah pergi dan tak akan kembali, namun otak jernihnya menolak perkiraan itu karena tak ada surat dari siapapun yang menyatakan bahwa ayahnya sudah meninggal. Namun, ekspresi wajah ibunya dan tangisan yang terus mengalir dari kedua mata ibunya menjelaskan segalanya.


“Elena, maafkan mommy.”

“Kenapa tak ada yang mengatakan padaku mom? Kapan? Kapan ayah pergi?”

“Maaf, nak.”


Air mata jatuh mengalir ke pipi Elena pada saat itu bersamaan dengan bertambah derasnya air mata ibunya. Wanita tinggi itu berdiri lalu mencoba memeluk Elena sambil menggumamkan kata ,”Sudah satu minggu.” Elena terdiam membatu. Satu minggu sudah ayahnya meninggal dan tak ada yang memberitahunya. Sekali lagi ibunya meminta maaf sambil mencoba memeluk Elena, namun gadis ini menolak. Ia membenci ibunya sejak saat itu. Sambil mendorong ibunya jauh-jauh, ia berlari masuk kedalam kamarnya sambil berlinangan air mata. Sejak saat itu, ia selalu menangis sambil menatap keluar jendela. Mengenang ayahnya.

Nyanyiannya berhenti namun tangannya tetap memetik senar-senar itu dengan gemetaran. Tenggorokannya sakit karena ia menahan tangis sebisanya. Ia tak mau terlihat selemah itu. Ia sudah lelah menangisi kematian ayahnya namun ia tetap ingin mengenangnya dengan segala memori indah.


if only i could stop the flow of time

turn the clock to yesterday

erasing all the pain



i've only memories of happiness

such pleasure we have shared

i'd do it all again

Lirik lagu ini benar-benar mewakilkan perasaan Elena yang terdalam. Setiap hari, meski ia pura-pura sudah bisa menerima kematian ayahnya, tetap ia ingin mengulang waktu hingga sebelum ayahnya harus berperang melawan para pelahap maut sialan itu. Ia belum meminta maaf kepada ayahnya. Ia belum sempat mengatakan ’I LOVE YOU’ kepada ayahnya sejak terakhir kali mereka bertengkar 3 tahun yang lalu. Ingin sekali ia mengulang segalanya dan membuat ia lega. Misal ayahnya memang harus meninggal, setidaknya ia meninggal dalam keadaan mengetahui betapa anak satu-satunya sungguh-sungguh mencintainya. Ingin ia mengulang lagi memori kebahagiaan nya sejak ia lahir hingga hari dimana ia bertengkar dengan ayahnya.

Suaranya mulai tercekat satu butir air mata mulai jatuh dari matanya.



the scenery is evergreen

as buds turn into leaves, the colours live and breathe

the scenery is evergreen

your tears are falling silently

’Yeah—I will always remember all the things we’ve been through together, Daddy,



so full of joy, you are a child of spring

with a beauty that is pure

an innocence endures



you flow right through me like a medicine

bringing quiet to my soul

without you i'm not whole

Tangisan nya bertambah deras. Benar-benar teringat ketika ia keluar dari rumah saking marahnya dengan ibunya karena tidak memberitahu berita besar seperti itu. Untungnya ia melamar magang. Namun hari pertama magang berantakan karena ia yang tidak bisa konsenterasi. Selalu membayangkan ayahnya, selalu ingin menangis disetiap kesempatan dan bahkan ia sempat menangis di toko tempat ia magang. Ini terlalu berat bagi gadis sekecil Elena yang tidak mempunya kakak atau adik. Ia memang mempunyai ibu, tetapi ibunya hanya mencintai dan peduli dengan ayahnya tidak dengan dirinya. Satu-satunya yang peduli dan menyayangi nya hanyalah ayahnya. Ia selalu bercerita tentang apapun kepada ayahnya. Jika ayahnya tak ada, ia benar-benar sendirian.

without you i'm not whole

Berbeda dengan lagu aslinya, ia mengulang bagian itu dengan suara yang agak tertahan.



this scenery is evergreen

i need you far too much, i long to feel your touch

this scenery is evergreen

you've always been so dear to me



this scenery is evergreen

it sorros at the sight of seeing you so sad

this scenery is evergreen

i wish that i could dry your tears

Perasaan dan segala yang ia pendam didalam dadanya seakan-akan keluar secara bersamaan dalam satu waktu. Lirik lagu ini benar-benar mencerminkan apa yang ia inginkan. Betul sekali, ia sangat membutuhkan ayahnya, ayahnya selalu menjadi seseorang yang ia kasihi. Dan ia ingat sekali perkataan ayahnya ketika pertama kali Elena masuk ke sekolah Hogwarts dan harus meninggalkan ayahnya. “Elena, sempatkan lah pulang karena ayah akan sangat merindukanmu. Ayah menyayangimu. Jalankan segalanya dengan senyuman, ayah tak ingin melihat mu bersedih. Ayah mencintaimu,” dan ia pun dipeluk oleh ayahnya. Namun saat itu Elena masih cuek dan malu untuk menunjukkan perasaannya terhadap ayahnya. Dan sekarang ia merasa menyesal kenapa pada saat itu ia tak membalas ucapan sayang ayahnya.



the bells have rung, the time has come

i cannot find the words to say my last goodbye

this scenery is evergreen

you've always been so dear to me
..”

Elena berdiri didalam kamar ayahnya sambil memegang koper pink besarnya. Sudah sejak sangat pagi ia terus berdiri dikamar ayahnya dan mengambil parfumnya untuk ia oleskan di tubuhnya. Ia ingin selalu merasakan kehadiran ayahnya. Ia terus berjanji kepada dirinya sendiri dan kepada ayahnya bahwa ia tak akan melupakan nya. Air mata kembali membasahi pipinya dan dengan suaranya yang lemah, Elena mengucapkan ucapan perpisahan yang belum sempat ia ucapkan.


I love you, daddy.

I really love you.

I will always remember all the things about you.

I don’t wanna say goodbye.

I just wanna say, see you later.


Hening. Nyanyiannya sudah selesai. Elena menghapus air matanya dan mengucap terima kasih. Entah suaranya terdengar atau tidak. Ia berbalik dan menggigit bibirnya. Lagi-lagi ia menangis.

’I miss you.’

***


Sudaaaah :D

1 komentar: